Blogroll

banner image

Contoh Cerpen : Coretan Tinta Malam Gerimis

Kali ini, biarlah daku menyumbangkan sedikit lirihan rindu.. curhatan anak rantau yang mencari jati diri tapi takut tenggelam dalam sepi.. Jauh dari rumah itu berat, biar dia aja yang anak rantau.. #bapermodeon. Bolehlah dibaca sebagai contoh cerpen bertajuk rindu, tidak salah juga cerpen  bertajuk cinta, atau mungkin cerpen bertajuk keluarga. Apapun yang dikau baca jadikan saja sebagai hiburan kecil dari tangannya..

==================================@^@=====================================


Hembusan angin menyapa gelapnya malam yang dingin. Mengajak rintikan air dari langit menari melambai seorang perempuan di bawah naungan atap besi setinggi capaian tangan. Duduk terdiam memandang gerimis hujan melalui lapisan bening di hadapan. Beku tapi tak menyentuh, kaca jendela membatasi keduanya.

Derap tetes hujan bersuara riuh, seolah mengejeknya yang tengah gundah-gulana. Masih teringat jelas pesan wanita paruh baya yang melahirkannya. Mengantarkan jiwa tak tentu arah menuju perantauan, menimba ilmu. Memulai proses pendewasaan di umurnya yang belum genap 19. 


"Kau akan belajar dan memperbaiki diri dengan ilmu yang niscaya akan mengangkat derajatmu. Ibu hanya bisa menatap dari jauh, menaruh percaya. Jagalah diri seperti ibu dan bapak menjagamu. Jangan sekali-kali menodai hati dengan nafsu. Jangan isi pikiran berkaitan hal buruk." Setelahnya senyum penuh afeksi ia tampakkan. Menenangkan ibunya yang ia tahu sedang berusaha merelakannya pergi ke kota besar, sendirian.

Kini sudah setahun terlewat dan kekosongan menyelinap masuk. Merasakan sedikit rasa sepi dalam hati di masa pencarian jati diri. Dengan bodohnya, sempat membiaran keteguhan dan pesan ibunya tersisihkan hanya karena seseorang datang dalam kehidupannya. 

Komunikasi dunia maya terjadi beberapa lama, mendekatkan dua orang berbeda jiwa dan jenis kelamin. Yang menjadi imam mengucap kalimat pemanis, nyata atau sama maya-nya?
 
Terasa indah namun sang perempuan sadar antara ragu dan tidak percaya. Logika menyangkal. Dalam kenyataannya, semua untaian manis dan kata-kata itu terasa kurang. Mengganjal dalam setiap hurufnya. Sedemikian tak bisa ia baca rasanya sedikitpun, hambar.

Deritan besi bertemu besi menarik kembali kesadaran. Kereta yang ia tumpangi berhenti di salah satu stasiun, diikuti bunyi pengeras suara di ujung pintu. Memberi sinyal bahwa dia harus mengakhiri perjalanan.

Jemari kecil yang sebelumnya menggenggam pena dan menuliskan huruf dan kata dalam satu rangkaian berhenti. Menyisakan goretan tinta di tengah hujan yang tersisa gerimis kecil. Ditutupnya buku bersampul coklat pudar, meraih koper besar di bagasi atas, menurunkannya pelan. Kakinya melangkah pasti menuju pintu keluar tapi otaknya mengambil piringan hitam yang lain, memutar kembali ingatan. Malam saat sang lelaki mengungkapkan kemauan untuk memberi status pada hubungan keduanya, status semu. Kembali ia ingat pesan ibunya.

Jangan sekali-kali menodai hati dengan nafsu.”

Akankah semua hanya nafsu sesaat karena rasa sepi menggerayangi? Akankah semua yang ia rasakan begitu buram?

Pilihannya berpandu pada keyakinan yang ia percaya sejak kecil. Jawaban akan semua kegundahan hati ada dalam Al-Quran, antara memenangkan ego atau hati nurani yang meneriakkan pesan ibunya. Ia mulai mencari, membuka lembar demi lembar dalam keadaan sucinya. Dan satu ayat menjawab semua keluh kesah yang ia rasa, bahwa dia seharusnya tak ragu menentukan jalan.

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu menginginkan (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Q.S. Ibrahim: 7)

Mungkin dia kurang bersyukur. Ibu dan bapaknya selalu ada di sisi dan memberinya sejuta kasih sayang. Walau jarak kini semakin jauh, komunikasi tetap terjalin erat. Meski hanya sesekali, dapat dia rasakan segala afeksi merengkuh dirinya. Hanya saja dia mengesampingkan itu dan memenangkan rasa kesepian. Kembali ia serukan, salah satu ayat disana, ayat yang mewakili suara hatinya.

“Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada 2 orang ibu bapakku” (Q.S. An-Naml: 19)

Dia menetapkan pilihannya malam itu. Memutuskan untuk menjaga hati, menampik nafsu sesaat yang sempat menyapa. Lebih memilih menunggu nikmat yang dijanjikan. Yang ia harap hanyalah, membuat ibu bapaknya bangga menyebutkan nama putri mereka dan mempunyai nyali menemui keduanya karena ia bisa menepati dan menjaga kepercayaan.

Kaki melangkah pasti, menyeret koper besar di tangan. Menuju arah keluar dari peron turun. Menghirup udara rumah walau hanya beberapa hari. Setelahnya, tanggungjawab sebagai mahasiswa harus kembali ia jalani.

Tangan selembut beludru menyapu bahu, meninggalkan jejak keriduan kala tangan itu hilang. Senyum tersungging di wajah, lepas dan lega.

”Aku pulang ibu.” Diciumnya punggung tangan ibu, lalu bapaknya.

”Selamat datang di rumah, Fian.”

Rasa inilah yang ia butuhkan, hangatnya kasih sayang dari ibu bapak sedari dirinya masih belum bisa apa-apa. Bahwa inilah nikmat yang sebenarnya. Memilih menjaga hati daripada kata cinta tak ber-rasa dijanjikan oleh lelaki yang bahkan belum cukup dewasa dalam keseriusan sesungguhnya. Mungkin orang yang akan bersanding dengannya kelak sedang memperbaiki diri dan menjaga hati sama seperti yang ia lakukan. Maka dia akan menunggu hingga sang takdir memanggil namanya.


E.N.D

Selamat Menikmati... ini salah satu cerpen yang sudah saya lombakan...bisa dijadikan referensi contoh cerpen juga
Contoh Cerpen : Coretan Tinta Malam Gerimis Contoh Cerpen : Coretan Tinta Malam Gerimis Reviewed by Fian ti Inoe on November 06, 2017 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.